”sudah jatuh, ketimpa tangga, kejatuhan taik burung pula”
Sebuah peribahasa yang tidak asing di kuping, yang mencurhatkan keluh kesah kesialan hidup seseorang yang mengucapkanya. Sekaligus pertanda syukur bahwa kita belum tentu menjadi yang tersial karena pasti ada yang lebih sial(hehe). Tapi apa gerangan yang akan terjadi manakala andalah yang menjadi korban selanjutnya. Ada sebuah cerita dari negeri seberang, kehidupan seorang nenek pengutuk yang masih hidup di era 70-an. Diceritakan suatu hari meteor turun ke suatu wilayah nun jauh di sana. Kemudian memusnahkan semua yang ada termasuk si nenek pengutuk,, hehe. *PERHATIAN cerita di atas tidak ada hubungan apa pun dengan kisah kehidupan saya.
Sebenarnya semua di mulai dari siang hari sepulang sekolah. Yang seperti biasanya aku selalu bermain basket bersama teman-temanku dan seperti biasanya juga, aku selalu menang murni, mutlak dan tanpa kendala, dan kalupun nyatanya ada, itu pun paling jauh cuman kecapekan seperempat hidup yang hobby menggantungi badanku. Tapi kali ini ada yang spesial, aku baru ingat akan keberadaan marabahaya yang menghadap ke arah ku karena hari itu hari Ul_Tahku. Tiba-tiba datang sekelompok gengster yang, ehm, lumayan ditakuti sekolahanku datang dengan langkah slow motion, kemudian tanpa ragu mereka yang ku sebut sebagai teman itu menembakkan revolver ber peluru telur busuk nan amis, plus jurus maut hujan meteor tepung melanda sekujur tubuh dan jiwaku. ARGHH !! TIDAAAAAAAKKK, (ehm, lebay dikit siih). Entah siapa penemu ide untuk melakukan hal ini tiap ada orang yang ulang tahun di manapun aku hidup. Belum pulih aku dari capek sang penggandrung itu, dan belum sehat juga ak dari shock serangan empat belas Mei itu, aku masih harus lari terbirit-birit dari penjajah yang menakutkan itu......Tapi kita lewati saja hal enggak penting kayak gitu, karena petualangan, ehh, perjalanan sialku belum selesai sampai di situ.
Seselesainya tragedi tadi, aku berniat Go-Home bersama teman-temanku, ada beberapa dari mereka yang langsung di jemput on the spot a-li-as langsung di sekolah. Sementara sisa pejuang tinggal saya dan dua makhluk yang tadi ikut membantaiku, tapi berhubung yang satu mau ke kamar mandi plus minta di temenin, akhirnya tinggalah aku sendiri terpaku menatap langit*lhoo, maksud ku, sendiri meratapi perjalanan pulang.
“Apes betul aku hari ini...” Gumamku yang masih menggerutu tidak mau menerima kenyataan hidup ini. Yang tidak kalah sialnya lagi, di tengah perjalanan perutku keroncongan ¾ mati, bisa dibilang tingkat kelaparanku sudah stadium tiga. Akhirnya mau tapi malu-maluin aku pergi ke cafe tiga ceret, a-li-as angkringan. Kemudian secara sopan aku menanyakan semua harga seperti orang lagi wawancara skripsi harga komplit cafe tiga ceret. Menyadari di kantong yang sudah ku gali sampai ke tingkat dimana fosil neneknya darwin terkubur hanya tersisa tiga koin seribuan, aku perlahan tapi pasti memilih makanan agar tetap tersisa budget seribu buat ngebis pulang. Tapi di luar komando, kedua tangan saya mengambil pilihan menu sampai pas tiga ribu sesuai dengan komando dan status quo perut saya yang memberontak kelaparan. Alhasil aku sudah tidak berdaya untuk menaiki bis pulang dengan keadaan keuangan yang ada. Namun ketika pupil mataku menangkap bayangan bis prayogo yang dihitung dengan rumus fisika matematika, tiba-tiba adrenalin ku memerintah seluruh tubuh untuk loncat ke dalam bis yang berhenti persis di depan ku itu. Tanpa pikir panjang bahkan tidak sedikitpun, aku nekat duduk di kursi panas bis itu. Kebetulan ada anak smp yang baru mau turun. Spontan tempat duduknya langsung aku booking. Dan akhirnya aku langsung duduk tanpa tahu antri didalam bis yang udah overload penumpang itu. Kemudian keringat ku bergejolak keluar mengucur, menerobos barikade kulit densus 76. Ternyata setelah kuputar 100 derajat ke haluan kiri, sang kenek bis datang dengan pringisannya yang mematikan itu. Tiba-tiba tanganya mengepal dan ingin menjurus tinju ke arahku. Spontan aku merem dan gagap gempita, sembari bergidik menahan takut, mulai membuka mata secara sangat perlahan, lhoo hilang ????(gak kok, bercanda) ternyata kepalan tanganya itu berisi duit, anehnya bukan menandakan minta duit ongkos, tapi justru ngasih duit,
“nih kembalinya dek,, sembilan ribu kan ?”
“ohh,, ya. Thanks ya mas”. Jawab ku penuh kebodohan. Kemudian aku menganggap seolah tiada yang aneh terjadi. Dan menganggap ini sebuah kebetulan belaka(yaa emang kebetulan banget, masak keseharian).
Tak terasa aku sampai ke perempatan gesikan di mana terdapat rumahku dalam 200 m ke selatan.setelah aku pikir-pikir lagi mungkin anak smp yg mau turun itu dah mbayar tpi lupa minta kasih kembali, dan berhubung seragam dan postur tubuh kami sama, mungkin si kenek ngira aku si anak tadi. Huahahahaha. Sekarang aku menyadari sebuah fakta yang sangat tidak terduga(mungkin di luar lamaran,, ehh,, ramalan mama Lorentz) bahwa di luar kesialanku yang absurd ini, aku berhasil membongkar rahasia tuhan akan keberuntunganku, hahaha. Jika diingat sampe ada burung emprit thowaf di atas kepalaku(maksudnya sampe pusing). Aku udah jatuh, ketabrak, tapi yang Alhamdulillah wa Syukurillahnya aku mental jatuh ke ladang emas !
Takkan terlupakan, sungguh takkan ku lupa. Sebuah kisah klasik dan nyentrik dengan perbandingan azas black 1:4, lengkap sudah curhatan ku ini. Mungkin bisa dibilang kejadian langka sekali seumur hidup, tapi buat aku yang hidupnya diselimuti ke-absurd-an ini, hal seperti di atas bukan sebuah kejadian sekali seumur hidup lagi. Bisa dibilang juga, hidup ku ini penuh petualangan idiot gak jelas yang membuat ku nyengir sampe ngakak kalau tersirat di pikiran. Hahahahaha !!!